Soppeng, Bugissulsel.com – Proses hukum atas dugaan pelecehan terhadap profesi wartawan melalui platform media sosial di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, masih terus bergulir.
Hingga awal Juli 2025, kepolisian menyatakan kasus ini masih berada pada tahap penyelidikan dan belum masuk ke proses penyidikan.
Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Soppeng telah memanggil dan memeriksa pihak yang dilaporkan dalam kasus ini.
Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari upaya pengumpulan bukti awal yang diperlukan untuk mendalami dugaan tindak pidana dalam kasus ini.
Kasus yang mencuat sejak akhir Mei itu menyita perhatian sejumlah kalangan, khususnya dari komunitas jurnalis di Kabupaten Soppeng.
Wartawan lokal terus mengikuti perkembangan kasus ini dengan cermat, sembari mendesak kepolisian agar menangani laporan tersebut secara profesional, transparan, dan menjunjung tinggi asas keadilan.
Melansir dari Okita.News, Kasat Reskrim Polres Soppeng, AKP Dodie Ramaputra, mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih menunggu pendapat ahli sebagai bagian dari pemenuhan unsur dalam proses penyelidikan.
“Untuk laporan dugaan pelecehan profesi wartawan, prosesnya saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Terlapor sudah dimintai keterangan, dan kami masih menunggu hasil pendapat dari ahli,” ujar AKP Dodie, Selasa (1/7), dilansir.
Ia menegaskan bahwa pendapat ahli sangat diperlukan dalam menilai unsur pelanggaran hukum dalam kasus yang melibatkan ujaran di media sosial tersebut, termasuk untuk melihat apakah pernyataan yang dilaporkan dapat dikategorikan sebagai pelecehan terhadap profesi jurnalis.
Kasus ini pertama kali mencuat pada 30 Mei 2025 lalu, setelah media daring DBSNews.id melaporkan dua akun Facebook yang diduga telah menyampaikan komentar bernada menghina terhadap profesi wartawan.
Melalui Pemimpin Redaksi DBSNews.id, Idham Azhari, laporan tersebut dilayangkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Soppeng. Laporan teregister dengan nomor: STTLP / B / 105 / V / 2025 / SPKT Polres Soppeng.
Dua akun yang dilaporkan masing-masing menggunakan nama Syahrul Stewar dan Ade El. Keduanya diduga melontarkan komentar yang dianggap mencederai integritas jurnalis serta merendahkan marwah media, menyusul unggahan berita berjudul “2 Mobil Plat Merah Terparkir Hingga Dini Hari di Sekitar Tempat Billiard”.
Unggahan tersebut dibagikan oleh redaksi DBSNews.id ke dalam grup Facebook Info Kejadian Kabupaten Soppeng (IKKS) pada 30 Mei 2025 lalu.
Di kolom komentar, akun Syahrul Stewar menulis pernyataan yang mempertanyakan keaslian akun jurnalis dan kredibilitas berita tersebut.
“Ini wartawan yang posting akun fack di pake baru post berita tidak pasti, makurangjamang melo si millau dui,” tulis akun tersebut, yang sebagian menggunakan dialek lokal yang bernada kasar dan dinilai menghina.
Komentar serupa juga datang dari akun bernama Ade El yang menyindir aktivitas jurnalis sebagai pekerjaan tidak produktif.
Ia juga menyampaikan kalimat sinis seputar isu “uang kopi” yang dianggap sebagai bentuk tudingan tak berdasar terhadap jurnalis.
"Pergimi tidur klu tdk ada mu kerja.. klu mau uang kopi.. tdk prlu di posting bgni.. tinggal tanya sopir minta pembeli kopi," demikian komentar yang ditulis Ade El.
Idham Azhari (pelapor) menyatakan bahwa laporan ini bukan semata-mata bertujuan untuk menghukum, melainkan sebagai bentuk perlawanan terhadap praktik perundungan digital yang semakin marak dan kerap menyasar jurnalis di ruang publik, khususnya di media sosial.
“Kami berharap agar proses hukum ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial, serta menjadi preseden positif dalam upaya perlindungan terhadap profesi wartawan,” kata Idham, Selasa malam.
Di tengah semakin bebasnya arus informasi dan percakapan publik di media digital, perlindungan terhadap jurnalis menjadi krusial.
Pers memiliki peran penting sebagai pilar demokrasi yang harus dilindungi, bukan malah dilecehkan atau disudutkan hanya karena pemberitaan yang tidak menyenangkan sebagian pihak.
Penyelidikan kasus ini dipandang sebagai ujian bagi aparat penegak hukum dalam menjamin perlindungan hukum bagi pekerja media sekaligus menegakkan etika dalam ruang digital.
Kepolisian diminta tidak hanya berhenti pada proses administratif, tetapi juga menjamin bahwa hukum tidak tunduk pada tekanan, siapa pun yang terlibat di dalamnya.
Penulis: A.Cakra